
Fomo vs Jomo
Salam, komentar, request..

Fomo vs Jomo
Article on radioguntur.com a Radio Online Bali and one fine Radio Online Indonesia.
1. Definisi Dasar
FOMO (Fear of Missing Out) adalah perasaan takut akan tertinggal dari suatu hal—baik itu acara, pengalaman, atau informasi. Perasaan ini biasanya muncul saat seseorang melihat orang lain melakukan sesuatu yang terlihat menyenangkan, penting, atau berharga, lalu merasa bahwa dirinya kehilangan kesempatan untuk ikut serta. FOMO mendorong seseorang untuk terus mengikuti, meski belum tentu hal tersebut sesuai dengan kebutuhannya.
Sebaliknya, JOMO (Joy of Missing Out) adalah rasa tenang dan bahagia karena tidak ikut dalam kegiatan tertentu, dan justru merasa nyaman dengan pilihan tersebut. JOMO bukan sekadar tidak peduli, melainkan bentuk penerimaan dan kesadaran bahwa tidak semua hal perlu diikuti. Ini adalah bentuk kebebasan batin yang memilih kualitas hidup daripada sekadar keterlibatan.
2. Emosi yang Dominan
FOMO cenderung memunculkan perasaan negatif seperti gelisah, cemas, takut tertinggal, bahkan kadang merasa iri terhadap orang lain. Ketika seseorang melihat orang lain "melangkah lebih jauh" atau "berhasil lebih cepat", ia merasa tertinggal dan tidak puas dengan hidupnya sendiri. Ini menciptakan tekanan internal yang konstan.
Sementara itu, JOMO melahirkan perasaan damai dan puas. Orang yang mengalami JOMO tidak merasa perlu bersaing atau membandingkan dirinya dengan orang lain. Ia mampu menikmati prosesnya sendiri, dan tidak terpengaruh oleh pencapaian atau aktivitas orang lain karena tahu apa yang terbaik untuk dirinya.
3. Sumber Pemicu
FOMO sangat erat kaitannya dengan media sosial. Melihat update kehidupan orang lain yang tampak “sempurna” atau “seru” membuat seseorang merasa bahwa dirinya kurang beruntung atau tertinggal. Lingkungan sosial dan tekanan untuk selalu ‘ikut serta’ juga bisa menjadi pemicu FOMO yang kuat.
JOMO biasanya muncul dari proses refleksi dan kedewasaan emosional. Seseorang yang sudah mampu memahami dirinya dan kebutuhannya secara jujur akan lebih mudah menerima bahwa tidak mengikuti suatu hal bukanlah sebuah kerugian. Ia memiliki ketahanan terhadap tekanan eksternal dan mampu menjaga jarak dari hal yang tidak dibutuhkan.
4. Cara Memandang Waktu Luang
Orang yang mengalami FOMO sering merasa bersalah saat tidak melakukan apa-apa. Waktu luang dianggap sebagai waktu yang "terbuang" jika tidak digunakan untuk mengikuti kegiatan sosial, mencari peluang, atau memperlihatkan produktivitas di media sosial.
Sebaliknya, orang yang hidup dengan JOMO menganggap waktu luang sebagai hal yang berharga. Mereka menikmati momen tanpa gangguan, tanpa tekanan untuk terus aktif. Bagi mereka, diam dan tenang adalah bentuk perawatan diri yang sah dan penting untuk menjaga keseimbangan hidup.
5. Dorongan dalam Mengambil Keputusan
Keputusan yang diambil karena FOMO biasanya bersifat impulsif dan didasari ketakutan. Misalnya, ikut acara hanya karena semua orang pergi, atau membeli barang karena sedang tren. Hal ini jarang memberi kepuasan sejati karena tidak benar-benar berasal dari kebutuhan pribadi.
Sedangkan dalam JOMO, keputusan diambil secara sadar dan tenang. Orang tidak terburu-buru untuk mengatakan "ya" terhadap sesuatu, dan lebih memilih untuk berpikir, "Apakah ini sejalan dengan nilai hidupku?" JOMO membantu seseorang mengenal batas dirinya dan membedakan antara keinginan yang sesaat dengan kebutuhan yang mendalam.
6. Hubungan Sosial
FOMO mendorong seseorang untuk terus hadir di berbagai lingkaran sosial, bahkan ketika ia merasa lelah atau tidak nyaman. Ada rasa takut ketinggalan gosip, momen penting, atau perasaan tidak relevan jika tidak selalu terlibat dalam pergaulan.
Sebaliknya, JOMO menekankan pada kualitas hubungan, bukan kuantitas. Seseorang lebih memilih koneksi yang tulus dan bermakna daripada sekadar hadir di banyak tempat. JOMO mengajarkan bahwa tidak apa-apa untuk tidak tahu semua hal atau tidak berada di setiap pertemuan.
7. Penggunaan Media Sosial
FOMO membuat seseorang sangat terikat dengan media sosial. Ia merasa perlu terus memantau apa yang dilakukan orang lain dan khawatir jika tidak update. Akibatnya, waktu dan energi mental terkuras hanya untuk “mengejar ketinggalan” yang sebenarnya tidak esensial.
Di sisi lain, JOMO membebaskan seseorang dari tekanan tersebut. Ia bisa dengan sadar memilih untuk beristirahat dari media sosial, atau hanya menggunakannya secukupnya. Media sosial tidak lagi menjadi sumber kecemasan, melainkan alat yang digunakan sesuai kebutuhan.
8. Dampak Terhadap Kesehatan Mental
FOMO bisa menyebabkan stres kronis, kelelahan emosional, bahkan gangguan kecemasan. Karena selalu merasa kurang dan takut tertinggal, seseorang bisa kehilangan fokus, kepercayaan diri, dan stabilitas mental.
Sebaliknya, JOMO mendukung kesehatan mental. Dengan mengurangi ekspektasi eksternal dan fokus ke dalam diri, seseorang bisa merasa lebih tenang dan stabil secara emosional. Hidup menjadi lebih ringan karena tidak terus menerus membandingkan dan memburu validasi.
Src. from detik.com
Mungkin kamu suka
Yang mungkin kamu [juga] suka
Warungkustik
shorts
Berita Musik terbaru
© 2019 radioguntur.com