Perempuan dalm Budaya Patriarki di Masa Kini

Dari soGun
Salam, komentar, request..
  healiron ~ " mau requestt sheila on 7 - pemuja rahasia dong kak <3 "        chikapriliaa27 ~ " semangat siaran kak sintya! "        kdksintyanm ~ " Haloo kaa, req lagunya for revenge-penyangkalan atau feast nina dong kak. Salamnya buat maha yg ngilang gatau kemana. Buat kaka penyiar jaga kesehatan yaa ujan2 musim sakit ?? "        aguscs7 ~ " kirim-kirim salam untuk rekan pejuang PPPK , semangat & sukses!! untuk pak erik , tante vera sering-sering kirim makanan ke PKA "        aiutrsta ~ " next bahas : 1. cowok mokondo 2. dijadikan pelampiasan/pelarian saja untuk mengisi kekosongan, manas2in mantannya trus kembali sama mantannya "        dharmaditya09 ~ " Titip salam buat kak usro yang lagi di jogja semangat trainingnya buat bisa cepat ke korea amin "        ajung.krisna84 ~ " Yuhuuuu stay tune di radioguntur.com "        culturepekalongankab ~ " Dari Bidang Kebudayaan Dindikbud Kab. Pekalongan nih Kak... streaming radio seru dengan lagu keren2. salam hangat dan Penuh Cinta dari Pekalongan untuk semua saja yang sdg konsenin Guntur FM Bali. Terimakasih... request Lagunya WARNA yang SINARAN. "     
by sintyahendrayani0228.
~

Perempuan dalm Budaya Patriarki di Masa Kini
Article on radioguntur.com a Radio Online Bali and one fine Radio Online Indonesia.

Di tahun 2025, kita hidup di dunia yang terasa makin modern, tapi jejak patriarki masih sering nongol dalam bentuk yang lebih halus. Misalnya, cewek yang bersuara tegas masih dianggap galak, yang ambisius dinilai terlalu memaksa diri, atau yang belum menikah di usia tertentu langsung dapat pertanyaan kapan nyusul. Hal kecil seperti ini sering dianggap sepele, padahal bisa ngaruh ke rasa percaya diri dan ruang gerak perempuan.

Realita sehari-hari menunjukkan bahwa perempuan masih harus berhadapan dengan standar ganda, baik dalam keluarga, pekerjaan, maupun lingkungan sosial. Di satu sisi, perempuan didorong untuk maju dan mandiri. Tapi di sisi lain, ada ekspektasi tradisional yang diam-diam menahan langkah mereka.

Karena itu, ngobrol soal patriarki bukan cuma relevan, tapi penting. Kita perlu memahami bagaimana dinamika ini bekerja agar bisa menciptakan ruang yang lebih adil bagi semua.

 

  • Patriarki itu Apa Sih?

Patriarki, kalau dibikin simpel, adalah sistem sosial yang secara tidak langsung menempatkan laki-laki sebagai “pemegang kuasa utama.” Bukan berarti semua laki-laki jahat atau selalu sengaja menekan perempuan, tapi budaya ini sudah kebentuk lama banget, sampai akhirnya ngaruh ke cara orang mikir, ngomong, dan bersikap.

Contohnya gampang banget kita temuin sehari-hari. Misalnya, urusan rumah otomatis dianggap tugas perempuan, sementara urusan cari nafkah dianggap tugas laki-laki. Atau ekspektasi kalau cewek harus lembut, tak boleh marah, harus bisa memasak, dan tampil rapi setiap saat. Di sisi lain, cowok yang cuek atau tegas dianggap wajar. Ada juga standar ganda yang masih kuat: cewek ambisius dibilang “terlalu keras,” tapi cowok ambisius justru dipuji. Cewek yang belum menikah dikejar pertanyaan, sementara cowoknya santai saja.

Jadi inti patriarki itu sederhana: aturan tak tertulis yang bikin ruang gerak perempuan lebih sempit, walaupun kita sering tak sadar keberadaannya.

 

 

Stereotip yang Masih Melekat pada Perempuan

Walaupun udah tahun 2025, masih banyak stereotip lama yang nempel banget ke perempuan. Misalnya, anggapan bahwa cewek harus lembut, halus, dan selalu ngerti kode. Padahal yang namanya karakter ya beda-beda, dan tak semua perempuan punya suara lembut atau senyum tiap detik. Ada juga stereotip klasik “cewek itu harus bisa masak,” seakan-akan kemampuan di dapur jadi syarat kelulusan hidup. Lucunya, kalau cowok bisa masak dikit aja, langsung dipuji kayak chef bintang lima.

Stereotip lain yang nyebelin adalah cewek tak boleh terlalu ambisius. Kalau perempuan kerja keras, dibilang “ambis” tapi kalau cowok kerja keras, dianggap keren dan berdedikasi. Atau hal simpel kayak cewek yang ngomong tegas malah dicap galak. Masalahnya, stereotip ini bukan hanya bikin capek, tapi juga mengkotak-kotakkan potensi perempuan. Dan kadang, cara stereotip itu muncul tuh absurd tapi sangat… relatable.

 

 

Body Image & Beauty Standard

Di era 2025, standar kecantikan memang berubah, tapi tekanannya tetap terasa bedanya, sekarang lebih halus, lebih terselubung, tapi justru makin kuat. Kalau dulu standar cantik itu putih, rambut lurus, dan tubuh kurus, sekarang definisinya “glowing”, “hourglass”, “fit tapi tetap slim”, dan kulit harus “glass skin.” Jadi berubah? Iya. Lebih ringan? Belum tentu.

Media sosial ikut bikin standar ini makin ribet. Kita tiap hari lihat wajah mulus tanpa pori, badan ideal, dan gaya hidup “healthy” yang sebenarnya penuh filter dan editan. Akhirnya, banyak perempuan ngerasa harus selalu tampil maksimal, dari ujung rambut sampai ujung kuku. Bahkan mager sehari aja bisa bikin guilty.

Yang lebih tricky, tekanan ini sering dibungkus dengan kalimat manis seperti “self-care”, “biar glowing”, atau “cantik versi kamu.” Tapi ujung-ujungnya tetep aja bikin banyak perempuan ngerasa kurang. Padahal kecantikan itu luas, personal, dan nggak bisa diset sama satu standar global.

 

 

Peran Laki-laki: Bagian dari Solusi, Bukan Penonton

Patriarki bukan hanya merugikan perempuan—tapi juga membuat laki-laki terjebak pada standar maskulinitas toksik. Karena itu, laki-laki yang mau menjadi ally adalah kunci penting.

Peran laki-laki dalam mengubah patriarki sebenarnya sederhana tapi impactful. Mulai dari hal kecil seperti berhenti pakai candaan seksis, tidak mengambil kredit atas ide perempuan, sampai memberi ruang ketika perempuan bicara di rapat atau diskusi. Menghargai pilihan hidup perempuan—mau fokus karier, menikah, tidak menikah, punya anak atau tidak—tanpa komentar menghakimi juga penting banget. Sikap seperti ini mungkin terlihat kecil, tapi efeknya besar, karena mengubah budaya memang butuh kerja bareng. Kesetaraan tercapai kalau semua pihak aktif terlibat, bukan perempuan saja.

 

 

Langkah Kecil Anti-Patriarki yang Bisa Dimulai Hari Ini

Kesetaraan bukan tugas aktivis saja. Semua orang bisa ambil bagian lewat langkah kecil yang konsisten. Mulai dari hal sederhana seperti berhenti mengomentari tubuh perempuan. Kelihatan sepele, tapi komentar kecil bisa berdampak besar pada rasa aman dan percaya diri seseorang. Lalu, berikan ruang untuk perempuan speak up, baik di pekerjaan maupun lingkup sosial, tanpa memotong, meremehkan, atau mengatur cara mereka bicara.

Validasi pengalaman perempuan juga penting. Tidak perlu ngegaslight dengan kalimat seperti “Ah kamu lebay” atau “Ya sudah sabar saja”. Cukup dengarkan dan akui perasaan mereka. Selain itu, penting untuk menyadari privilese masing-masing. Ada hal yang mungkin mudah untukmu, tapi tidak untuk orang lain.

Yang terakhir, dukung perempuan tanpa syarat dan tanpa agenda. Bukan support yang penuh tuntutan, tapi support yang tulus. Perubahan besar dalam masyarakat selalu lahir dari kebiasaan kecil yang dilakukan terus menerus. Kesetaraan tumbuh ketika semua orang ikut bergerak.

 

Pada Akhirnya..

Di balik semua dinamika patriarki modern, satu hal tetap jelas: kesetaraan adalah pondasi masyarakat yang sehat dan beradab. Ini bukan tentang siapa yang lebih unggul, tetapi tentang memberikan ruang yang sama untuk setiap orang berkembang. Perempuan di 2025 telah menunjukkan bahwa mereka kuat, kompeten, dan punya suara yang layak didengar. Kini tugas kita bersama adalah menciptakan lingkungan di mana kekuatan itu bisa tumbuh tanpa batasan. Karena masa depan yang adil bukan hanya baik untuk perempuan, tapi baik untuk semua orang.

Artikel yang mungkin kamu suka..
Kebiasaan Sepele Yang Bisa Merusak Komitmen Hubungan
by cantika.aprilia2002

Src. from its.ac.id , jurnalperempuan.org
Rekomendasi
Mungkin kamu suka
Rekomendasi Indie
Yang mungkin kamu [juga] suka

Warungkustik
shorts

Berita Musik terbaru

© 2019 radioguntur.com