
Bahaya dari Self-diagnose
Salam, komentar, request..

Bahaya dari Self-diagnose
Article on radioguntur.com a Radio Online Bali and one fine Radio Online Indonesia.
Apa itu Self Diagnose?
Self diagnose atau diagnosis diri sendiri, adalah tindakan saat seseorang mencoba menentukan kondisi kesehatan mental mereka sendiri tanpa bantuan profesional.
Ini sering terjadi saat seseorang mencari informasi dari berbagai sumber seperti artikel online, mengikuti kuis di media sosial, atau mencocokkan gejala yang mereka alami dengan deskripsi gangguan mental tertentu.
Praktik self diagnosis ini dapat berbahaya karena individu hanya mengandalkan pengetahuan dan pengalaman pribadi mereka sendiri, tanpa dukungan atau validasi dari profesional kesehatan mental.
Asumsi yang dibuat dalam self diagnosis bisa saja tidak akurat atau bahkan keliru. Sebab, tanpa evaluasi dan diagnosa yang tepat dari seorang profesional, self diagnosis dapat mengarah pada kesimpulan yang tidak benar dan keputusan yang tidak tepat dalam mengelola kesehatan mental.
Bahaya Self Diagnosis Kondisi Kesehatan Mental
Self diagnosis dalam kasus penyakit mental dapat membawa risiko yang besar.
Situasi semacam ini dapat memperparah kondisi kesehatan mental atau bahkan membuatnya sulit untuk diobati.
Selain itu, melakukan self diagnosis juga dapat meningkatkan tingkat kecemasan dan depresi, serta meningkatkan risiko perilaku berbahaya seperti menyakiti diri sendiri, atau bahkan mencoba bunuh diri.
Selain berdampak pada diri sendiri, proses diagnosis diri juga dapat menimbulkan stres dan kecemasan pada orang-orang terdekat.
1. Salah diagnosis
Menetapkan diagnosis tidaklah mudah. Diagnosis ditentukan berdasarkan analisis yang menyeluruh dari gejala, riwayat kesehatan terdahulu, faktor lingkungan, serta temuan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Tidak jarang, dibutuhkan berbagai pemeriksaan lanjutan serta observasi yang mendalam untuk mengetahui apakah ada masalah dengan fisik maupun mental seseorang.
Ketika melakukan self diagnosis, kamu sangat bisa melewatkan faktor-faktor penting tersebut, sehingga akhirnya kamu menyimpulkan diagnosis yang salah. Terlebih, jika informasi yang kamu peroleh berasal dari sumber-sumber yang tidak terpercaya.
2. Salah penanganan
Jika penetapan diagnosisnya tidak tepat, kemungkinan besar penanganannya juga akan keliru. Setelah self diagnosis, seseorang bisa saja membeli obat atau melakukan pengobatan lain yang salah. Padahal, setiap penyakit memiliki penanganan, jenis obat, dan dosis obat yang berbeda-beda.
3. Memicu gangguan kesehatan yang lebih parah
Karena salah mendiagnosis dan tidak mendapatkan penanganan yang tepat, penyakit yang kamu derita justru bisa menjadi lebih parah atau menambah penyakit baru (komplikasi). Hal ini terjadi karena obat yang kamu konsumsi tidak berdampak apa-apa terhadap penyakit yang kamu alami.
Maka dari itu, apabila kamu merasakan suatu gejala yang mengganggu keseharian kamu, segera konsultasikan ke pakar atau ahlinya untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.
Cara Menghindari Self Diagnosis
Jika dilihat dari sisi lain, self diagnosis bisa berupa bentuk kepedulian terhadap diri sendiri dan sikap cermat akan perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri. Akan tetapi, bentuk kepedulian ini akan sia-sia jika pada akhirnya malah membahayakan diri sendiri.
Ada beberapa cara yang bisa kamu biasakan mulai sekarang untuk menghindari self diagnosis agar tidak berujung bahaya menurut artikel yang ditayangkan IDNTimes.
1. Hindari mencari tahu hanya bermodalkan internet
Hanya dengan buka handphone, lalu scroll media sosial, kamu bisa mendapatkan berbagai jenis informasi dan konten bermanfaat, namun sayangnya tidak satupun yang bisa menjamin keakuratan informasi tersebut. Nah, sebagai pengguna, kamu perlu memilah informasi yang dikonsumsi.
Nah, dalam case ini, ada baiknya kamu memilih konten kesehatan mental yang memang dibuat oleh ahlinya, seperti psikolog, psikiater, atau lembaga resmi yang menangani kondisi kejiwaan atau kesehatan mental seseorang.
2. Jangan jadikan selebritas/tokoh fiktif penderita gangguan mental tertentu sebagai rujukan
Terkadang ketika melihat pengalaman orang lain di media sosial, kita dapat menemukan adanya kesamaan gejala atau kondisi yang dirasakan. Kesamaan ini mungkin dapat mendorong kita untuk mengambil kesimpulan bahwa kita mengalami kondisi kejiwaan yang sama pula. Meskipun terdapat kemiripan, penting untuk diingat bahwa kondisi mental setiap orang tentunya kompleks dan tidak dapat disamakan.
3. Lebih baik untuk tidak mengikuti tes-tes online terkait kesehatan mental
Sekadar ingin tahu untuk mengikuti tes-tes daring, boleh saja. Akan tetapi, jika hasil tes yang belum tentu kredibel tersebut dijadikan dasar diagnosis atas kesehatan mental, itu yang tidak boleh. Selain kerap tidak jelas asal-usulnya, hasil dari tes-tes online seperti itu tentu saja hanya berdasarkan gejala umum, bukan gejala yang lebih spesifik.
4. Jangan anggap serius perkataan teman atau orang lain yang mengatakan bahwa kamu mengidap gangguan mental tertentu
Berdasarkan sikap atau perilaku kamu yang dianggap aneh atau tidak biasa, apalagi jika dilakukan berulang kali, tak jarang teman atau orang-orang di sekitar kamu menduga atau mengaitkan perilaku kamu itu dengan gangguan mental tertentu yang mereka anggap serupa. Padahal, belum tentu apa yang mereka tahu itu betul-betul akurat.
5. Apabila merasa punya gangguan mental tertentu, segera periksakan diri
Satu langkah tepat apabila kamu merasakan adanya gejala yang berdampak pada kesehatan mentalmu adalah dengan mencari pertolongan dari pakar atau ahli, seperti dokter, psikolog, dan psikiater. Jangan takut dianggap gila, karena kesehatanmu jauh lebih penting dari segala macam omongan-omongan orang lain.
Pelihara Kucing Bikin Susah Hamil? Mitos atau Fakta?

Src. from halodoc, allianz
Mungkin kamu suka
Yang mungkin kamu [juga] suka
Warungkustik
shorts
Berita Musik terbaru
© 2019 radioguntur.com